SEJARAH PERADABAN
ISLAM
DI ANDALUSIA
(SPANYOL)
Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Sejarah Peradaban
Islam
Oleh:
Anis Lutfi Masykur
JURUSAN AQIDAH-FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H
2010 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita
panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas
ini dapat diselesaikan.
Tugas ini disusun untuk
diajukan sebagai tugas mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam dengan judul “Sejarah
Peradaban Islam di Andalusia (Spanyol)” di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Jurusan Aqidah Filsafat.
Terima kasih
disampaikan kepada Ibu Marzuqoh, MA. selaku dosen mata kuliah Sejarah Peradaban
Islam yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya tugas ini.
Demikianlah tugas ini
disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata kuliah. Menyadari
makalah ini jauh dari kesempurnaan, kami mengharapkan saran dan kritik.
Jakarta,
12 Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................. iii
PENDAHULUAN..................................................................................................................... 1
PEMBAHASAN........................................................................................................................ 2
A.
PERKEMBANGAN
ISLAM DI ANDALUSIA................................................................... 2
1.
Periode
Para Wali......................................................................................................... 3
2.
Masa
Keamiran............................................................................................................ 4
3.
Masa
Kekhalifahan...................................................................................................... 4
4.
Muluk
at-Thawaif......................................................................................................... 5
5.
Reconquesta
(penaklukan kembali).............................................................................. 5
6.
Masa
Dinasti Murabithun............................................................................................. 6
7.
Masa
Dinasti Muwahhidun........................................................................................... 6
8.
Masa
Bani Ahmar (1232 – 1492 M)............................................................................. 6
B.
KEMAJUAN
PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA...................................................... 7
1.
Bidang
Ilmu Pengetahuan dan Filsafat.......................................................................... 7
2.
Bidang
Geografi dan Sains........................................................................................... 7
3.
Bidang
Sejarah dan Sosiologi....................................................................................... 7
4.
Bidang
Agama dan Hukum Islam................................................................................. 8
5.
Bidang
Musik dan Kesenian......................................................................................... 8
6.
Bidang
Bahasa dan Sastra............................................................................................. 8
7.
Bidang
Pembangunan Fisik.......................................................................................... 8
C.
RUNTUHNYA
KERAJAAN ANDALUSIA....................................................................... 8
1.
Lemahnya
Kekuasaan Bani Umayyah II dan Bangkitnya Kerajaan-Kerajaan Kecil di Andalusia. .................................................................................................................................... 8
2.
Timbulnya
Semangat Orang-Orang Eropa Untuk Menguasai Kembali Andalusia.......... 8
D.
HANCURNYA
PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA.................................................. 9
1.
Hancurnya
Kekuasaan Islam dan Rendahnya Semangat Para Ahli Dalam Menggali Budaya Islam. ................................................................................................................................... 9
2.
Banyaknya
Orang-Orang Eropa Yang Menguasai Ilmu Pengetahuan Dari Islam.......... 9
PENUTUP................................................................................................................................. 10
Kesimpulan............................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 11
PENDAHULUAN
Dalam
dunia Islam berlaku satu peradaban yang berbeda dengan peradaban-peradaban yang
terdahulu di wilayah Persia dan Romawi. Suatu peradaban yang berbeda dengan
peradaban Arab yang mendominasi Jazirah Arab pada masa ekspansi. Itulah
peradaban Islam yang jiwa dan sendi-sendinya disarikan dari Islam serta diserap
dari keunggulan-keunggulan peradaban dunia yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran
Islam.
Dunia
lebih mendapatkan manfaat dari peradaban Islam dibandingkan peradaban dua
negara adikuasa sebelumnya, Yunani dan Romawi. Peradaban Yunani lebih banyak
memusatkan perhatian kepada pemikiran dan filsafat serta tidak banyak
memperhatikan kebutuhan masyarakat dan kehidupan individu. Lain halnya dengan
peradaban Islam selain memotivasi kepada pemikiran dan filsafat, juga sangat
memperhatikan aspek-aspek kehidupan individu dan masyarakat serta bertujuan
untuk menciptakan kesejahteraan dunia dan akhirat.
Oleh
sebab itu ekspansi Islam berbeda dengan ekspansi yang dilakukan Romawi dan
Mongol yang sama sekali tidak memperhatikan nilai peradaban yang tinggi, bahkan
sebaliknya, bangsa Mongol telah merusak dan membinasakan peradaban yang telah
ada. Sedangkan ekspansi Islam membawa risalah peradaban yang mengajak pada
perdamaian, kesejahteraan dan ketenangan dalam kehidupan.
Berbagai
peristiwa dalam sejarah telah menunjukkan peranan dan kontribusi peradaban
Islam untuk kemajuan peradaban dunia, khususnya dunia Eropa yang sebelumnya
berada dalam kegelapan di bawah kungkungan gereja.
Hal
ini dapat dilihat dari masuknya Islam ke Spanyol yang merupakan bagian dari
Benua Eropa. Kehadiran Islam di Spanyol telah membawa Eropa mencapai renaisans.
PEMBAHASAN
A.
PERKEMBANGAN
ISLAM DI ANDALUSIA
Sebelum
Islam masuk ke Spanyol / Andalusia[1],
daerah Spanyol telah dikuasai oleh bangsa Ghotia, mereka berhasil menduduki
Spanyol pada tahun 507 M, dan mengusir bangsa Vandal ke Afrika Utara. Pada pemerintahan
kerajaan Visigoth, rakyat dipaksa untuk mengikuti aliran agama monofosit yang
dianut para penguasa. Disamping itu kehidupan sosial dan ekonomi rakyat pun
berada dalam kondisi yang terpuruk karena kebijakan penguasa yang
sewenang-wenang.
Sementara
itu di daerah tersebut juga terjadi konflik politik antara Roderik dan kerabat
Witiza – Oppas dan Achila[2]
– di satu pihak, dan antara Roderik dan Julian[3]
di pihak lain. Lawan-lawan politik raja Roderik meminta bantuan kaum muslimin
di Afrika Utara, bahkan turut memberikan dukungan dan bantuan kepada pasukan
Islam yang akan menaklukkan Spanyol.
Gubernur
Afrika Utara saat itu – Musa bin Nushair – meminta izin kepada Khafilah Walid
bin Abdul Malik untuk melakukan penyerbuan ke Spanyol, dan usul tersebut disetujui
oleh khalifah.[4] Maka
pada tahun 91 H / 710 M, dikirimlah tim ekspedisi beranggotakan 500 personil
pasukan yang dipimpin oleh Tharif bin Malik. Tim ekspedisi tersebut tidak
menemukan perlawanan yang berarti sehingga Tharif bin Malik dan pasukannya kembali
dengan kemenangan dan rampasan perang.[5]
Sukses
ini mendorong Musa bin Nushair untuk mengirim pasukan dengan jumlah yang lebih
besar. Maka pada tahun 92 H / 711 M dikirimlah 7000 personil pasukan di bawah
pimpinan Thariq bin Ziyad. Pasukan ini menyeberangi selat yang memisahkan
antara Afrika Utara dan Spanyol dengan kapal-kapal yang dipinjamkan oleh Julian
dan berhenti di sebuah tempat bernama Jazirah al-Khadra, yang kemudian dikenal
dengan nama Jabal Thariq (Gibratal). Disanalah Thariq bin Ziyad mempersiapkan
rencana dan siasat untuk menaklukkan Spanyol.[6]
Kedatangan
pasukan Islam disambut oleh Roderik, raja Visigoth dengan 100.000 tentara.
Thariq meminta tambahan bantuan 5000 pasukan kepada Musa bin Nushair. Kekuatan
tampak tidak seimbang, namun dengan semangat jihad yang tinggi dari pasukan
Islam, pasukan Roderik dapat dikalahkan, bahkan Roderik pun tewas dalam
pertempuran. Hal ini sehingga melemahkan semangat orang-orang Spanyol dan
memudahkan Thariq untuk menaklukkan mereka. Thariq terus maju dan dapat
menaklukkan kota Cordoba, Granada dan Toledo yang merupakan ibukota Visigoth.[7]
Terkesan
oleh kemenangan yang dicapai Thariq, Musa bin Nushair pun ikut ambil bagian
untuk menaklukkan Spanyol. Dengan memimpin pasukan dengan jumlah besar, Musa
bin Nushair menyeberangi selat menuju Carmona yang memiliki benteng kuat. Kota
tersebut dapat ditaklukkan, selanjutnya Musa dapat menaklukkan Sevilla dan
akhirnya bertemu dengan Thariq di Toledo. Pasukan mereka menuju ke utara dan
dapat menaklukkan kota Zaragosa, Barcelona, Aragon dan Castilia, kemudian
menuju ke Timur laut sampai ke pegunungan Pyrenia. Penaklukan mereka terhenti
karena Khalifah Walid bin Abdul Malik memanggil mereka kembali ke Damaskus.[8]
Secara
umum kesuksesan pasukan Islam memiliki semangat juang yang tinggi dan dipimpin
oleh panglima yang handal dalam strategi dan siasat perang. Disamping sikap
toleran yang diperlihatkan pasukan Islam mendatangkan simpati dari bangsa
Spanyol yang ketika itu mayoritas beragama Yahudi. Berbeda dengan pasukan
Spanyol yang kebanyakan adalah tawanan dan budak yang dipaksa untuk berperang,
sehingga mereka berperang tanpa semangat.
Dukungan
dan kerjasama dari rakyat Spanyol turut mempermudah usaha pasukan Islam untuk
menguasai Spanyol. Rakyat yang ingin melepaskan diri dari keterpurukan ekonomi
dan belenggu penderitaan telah menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi umat
Islam. Di lain pihak pertikaian politik dalam tubuh pemerintahan kerajaan
Visigoth memperburuk situasi di Spanyol yang tentunya sangat menguntungkan umat
Islam karena lawan politik Roderik meminta bantuan kepada penguasa Islam untuk
melumpuhkan kekuatan Roderik. Dan hal ini sekaligus merupakan dukungan mereka
kepada pasukan Islam, bahkan mereka bersedia menyediakan kapal untuk
menyeberang ke Spanyol.
Maka
ekspansi Islam ke Spanyol pada saat itu adalah awal berkembangnya ajaran Islam
di sana hingga + 8 abad lamanya dari tahun 710 – 1609. Secara garis besar
perkembangan Islam di Spanyol dapat dibagi kepada beberapa tahap perkembangan
sebagai berikut :
1. Periode Para Wali
Pada
periode ini Spanyol merupakan salah satu propinsi di bawah kekuasaan Daulah
Umayyah di Damaskus, yang dipimpin oleh para wali wakil Khalifah disana, mulai
dari tahun 93 H / 716 M sampai tahun 138 H/ 756 M.[9]
Pada
masa ini, stabilitas politik di Spanyol belum tercipta dengan sempurna, dimana
diantara para elite penguasa masih terdapat perselisihan, terutama diakibatkan
oleh perbedaan etnis dan golongan, seperti antara etnis Barbar dan Arab yang
masing-masing mereka berhak untuk memerintah di negeri tersebut. Bahkan terjadi
pula perbedaan pandangan politik antara Khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika
Utara, dimana diantara mereka merasa paling berhak berkuasa di Spanyol. Hal ini
sering menyulut terjadinya perang saudara, sehingga dalam jangka 40 tahun
terjadi 20 kali pergantian wali dengan wali yang pertama adalah Abdul Aziz bin
Musa bin Nushair, sampai Gubernur terakhirnya Yusuf bin Abdurrahman al-Fihri.[10]
Disamping
itu gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat
tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada
pemerintahan Islam. Namun demikian pada masa itu, perluasan daerah tetap dapat
dilakukan. Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, usaha penaklukan Spanyol
diteruskan untuk menerobos pegunungan Pyneria dan terus ke timur di bawah
pimpinan As-Samah bin Malik pada tahun 719 M, namun ia terbunuh dan digantikan
oleh Abdurrahman al-Ghafiqy. Dengan pasukannya ia menyerang kota Bordesu,
Poiter dan terus ke kota Tours, namun pasukannya ditahan oleh Charles Martel
diantara kota Poiter dan Tours, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan
pasuka Islam kembali ke Spanyol. Setelah itu perluasan wilayah pada masa
tersebut masih terjadi, seperti ke Avirignon (734 M), Lyon (743 M) dan ke pulau-pulau
di laut tengah, seperti Majorka, Corsia, Sardina, Creta, Rhodes, Cyprus dan
sebagian dari pulau Sicilia.[11]
2. Masa Keamiran
Periode
ini dimulai dengan masuknya Abdurrahman ad-Dakhil[12]
ke Spanyol dan berhasil merebut kekuasaan dari Yusuf bin Abdurrahman al-Fihri.
Pada periode ini Spanyol dipimpin oleh para Amir yang pemerintahannya terpisah
dari Daulah Abbasiyah di Baghdad, yang berlangsung selama rentang waktu 138 H /
756 M sampai 315 H / 912 M.[13]
Kemajuan-kemajuan
di bidang politik maupun peradaban telah mulai terlihat pada masa ini. Hal ini
terlihat dari pembangunan fisik yang dilakukan, seperti pembangunan Mesjid
Cordova dan gedung-gedung sekolah di kota besar Spanyol oleh Abdurrahman
ad-Dahkhil. Pada masa Hakam diadakanlah pembaharuan di bidang militer, seperti
dengan membentuk satuan tentara bayaran.
Disamping
itu perhatian para Amir terhadap ilmu pengetahuan telah turut menjadi faktor
pendukung berkembangnya berbagai disiplin ilmu. Abdurrahman al-Ausath bahkan
mengundang para ahli ilmu dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol
untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa ini ditandai dengan
masuk dan berkembangnya pemikiran filsafat di dunia Islam Spanyol.[14]
Pada
masa ini umat Islam masih dihadapkan kepada hal yang mengancam stabilitas
keamanan, baik yang datang dari luar Islam seperti gerakan Nasrani fanatik yang
mencari kesyahidan (Matyrdom) maupun dari kalangan umat Islam sendiri seperti
pemberontakan dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan
Malaga ataupun pemberontakan yang terjadi di Toledo, disamping perselisihan
yang kerap terjadi antara orang-orang Arab dan orang Barbar.[15]
3. Masa Kekhalifahan
Periode
ini berlangsung semenjak Abdurrahman III yang bergelar an-Nashir memerintah
pada tahun 315 H/912 M sampai munculnya periode Muluk ath-Tahwaif pada tahun
1013 M. Pada masa ini penguasa di Spanyol bergelar khalifah. Gelar tersebut
bermula ketika Abdurrahman III mengetahui bahwa Khalifah Abasiyyah,
al-Muktadir, wafat dibunuh oleh pengawalnya, tahun 929 M. Maka Abdurrahman III
menilai ini adalah saat yang tepat untuk memproklamirkan dirinya sebagai
khalifah di Spanyol. Kemudian gelar ini tetap dipakai sampai akhir pemerintahan
Bani Umayyah.[16]
Abdurrahman
III dengan gelar an-Nashir yang memerintah + 50 tahun telah berhasil menciptakan
stabilitas politik di Spanyol, hal ini dibuktikan dengan keberhasilannya
memadamkan pemberontakan-pemberontakan, dan meredam timbulnya perpecahan dan
perselisihan diantara bangsa Arab.[17]
Pada
periode ini Umat Islam di Spanyol mencapai puncak kejayaannya, hingga dapat
menyaingi kejayaan Bani Abasiyyah di Baghdad. Hal ini terlihat dari pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan di daerah tersebut dengan didukung oleh sarana
penunjang yang dibangun oleh pemerintahan Daulah Umayyah disana, seperti
pembangunan Universitas Cordova dengan koleksi buku-buku mencapai ratusan ribu.[18]
Bahkan pada masa al-Hakam II, Andalus dikenal sebagai pusat kebudayaan,
kesusasteraan dan Ilmu Pengetahuan.[19]
Kondisi
ini terus berlangsung sampai kepada masa khalifah al-Muzaffar, akan tetapi
setelah beliau wafat pada tahun 1008 M, para penerus Bani Umayyah tidak dapat
mempertahankan kejayaan negeri tersebut. Para khalifah yang terpilih memiliki
kecakapan dalam pemerintahan, hingga memicu timbulnya berbagai kekacauan yang
akhirnya membawa kepada kehancuran, sekaligus menjadi tanda berakhirnya
kekuasaan Daulah Umayyah di Spanyol. Pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang
memerintah Cordova menghapus jabatan khalifah, dan ketika itu Spanyol sudah
terpecah dalam beberapa kerajaan kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.[20]
4. Muluk at-Thawaif
Periode
ini dimulai saat Spanyol terpecah kepada lebih dari tiga puluh negara kecil,
yang dipimpin oleh penguasa-penguasa yang berasal dari berbagai suku bangsa dan
yang dikenal dengan istilah muluk at-thawaif, yang berlangsung dari tahun 1013
– 1086 M.[21]
Perpecahan
tersebut sekaligus mencerminkan heterogenitas anggota militer pada masa Bani
Umayyah yang kemudian melepaskan diri dari pemerintahan pusat, selain itu hal
ini juga dapat dipahami sebagai ketidak harmonisan umat Islam di Spanyol,
karena terlalu mengedepankan perbedaan etnik dan golongan masing-masing,
disamping ambisi yang terlalu kuat dari masing-masing golongan untuk berkuasa
di Spanyol, ditambah lagi dengan dihapuskannya jabatan Khalifah oleh Dewan
menteri, yang semakin membuka peluang untuk perebutan kekuasaan, hingga
berujung kepada terpecahnya Spanyol menjadi negara-negara kecil.
Pemerintah
pada periode ini diwarnai dengan berbagai peperangan antara golongan, kerajaan
yang kuat menyerang yang lemah sehingga untuk mempertahankan kekuasaannya, ada
sebagian golongan yang meminta bantuan kepada non muslin. Perpecahan politik di
kalangan umat Islam ini, menimbulkan hasrat orang-orang Nasrani untuk merebut
kembali daerah Spanyol, hal ini diwujudkan dengan berbagai serangan oleh pihak
Nasrani terhadap Islam. Pihak Nasrani yang diwakili oleh Alfonso V berhasil
merebut kota Toledo pada tahun 1085,[22]
dan serangan-serangan lain mulai dilancarkan kepada daerah-daerah kekuasaan
Islam lainnya. Al-Mu’tamad bin Ubaad salah seorang dari raja Bani Ubaad meminta
bantuan kepada Dinasti Murabithun di Afrika Utara, yang pada saat itu dipimpin
oleh Yusuf bin Tasyfin. Yusuf datang bersama pasukannya pada tahun 1086 dan
bergabung dengan pasukan al-Mu’tamad di daerah Zallaka yang kemudian berhasil
mengalahkan pasukan Alfonso VI, walaupun kota Toledo tidak dapat direbutnya
kembali.[23]
Dan sejak saat itu kekuasaan Islam di Spanyol diambil alih oleh Dinasti
Murabithun.
Walaupun
pada masa ini merupakan masa perpecahan tapi peradaban dan seni dianggap
memasuki masa kejayaannya, kerajaan-kerajaan yang tersebar di seluruh Spanyol
tersebut tetap memberikan dorongan kepada para ilmuwan dan sastrawan untuk
mengembangkan ilmunya, bahkan mereka mendapatkan perlindungan dari kalangan
penguasa.[24] Bahkan
para pemimpin setiap golongan berlomba-lomba untuk menyaingi kemajuan Cordoba
sebagai pusat ilmu, sehingga pada masa tersebut bermunculan pusat-pusat
peradaban baru yang lebih maju dari Cordoba.
5. Reconquesta (penaklukan kembali)
Perpecahan
politik yang terjadi di kalangan umat islam, membuat orang-orang Kristen
berkeinginan untuk merebut kembali dan menjarah beberapa wilayah Muslim
Spanyol. Yang memang orang-orang Kristen dari sejak kedatangan umat Islam sudah
bermaksud untuk mengusirnya, namun maksud tersebut belum terlaksana. Sentimen
orang-orang Kristen juga diungkapkan dalam bentuk pendirian sejumlah biara
Benedictine dan kwgiatan perziarahan ke Santiago de Compo Stela. Paus Gregory
VII menyerukan untuk melakukan gerakan reconquesta (penaklukan kembali wilayah
Spanyol dari umat Islam). Paus menjadikan reconquesta sebagai kewajiban agama
bagi umat Kristen dan sebagai sebuah ambisi teritorial raja-raja Spanyol.
Dengan
semangat untuk mempersatukan kerajaan Castile, Leon dan kerajaan Galicia, pada
tahun 1085, Alfonso VI menaklukan Toledo. Hal ini merupakan awal dari pecahnya
peperangan antara pihak Muslim dengan Kristen. Kaum migran Kristen membanjiri
Toledo, tetapi warga Muslim tetap bertahan tinggal disana. Dalam waktu yang
berurutan kerajaan Aragon merebut Huesca (1096), Saragosa (1118 M), Tortosa
(1148 M) dan Lerida (1149 M). Pada paro kedua abad kedua belas gerakan
reconquesta telah melembaga. Persaudaraan militer-keagamaan, seperti beberapa
gerakan persaudaraan di Calatrava dan Santiago menaklukan dan menjarah sejumlah
wilayah Muslim.
6. Masa Dinasti Murabithun[25]
Periode
ini dimulai semenjak Yusuf bin Tasyfin berhasil mengalahkan pasukan Alfonso
pada tahun 1086 M. Tertarik dengan kemakmuran Spanyol, membuat ia berambisi
untuk menaklukkan Spanyol. Hanya dalam jangka waktu tiga tahun ia berhasil
merebut Spanyol dan mengahkhiri kekuasaan Muluk at-Thawaif kecuali wilayah
Zaragosa dan La Sahla karena para penguasanya meminta bantuan ke Eropa. Yusuf
mengukuhkan kekuasaannya di Spanyol atas restu khalifah al-Muqtadi, dengan
gelar Amirul Muslimin dan Nashiruddin, yang kemudian juga digunakan oleh para
penerusnya.[26]
Untuk mengatur Spanyol Yusuf bin Tasyufin menunjuk putranya Tamin bin Yusuf
menjadi Amir di Spanyol.[27]
Pada
periode ini perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan tidak begitu menonjol,
hal ini disebabkan pengaruh fuqaha’ yang fundamentalis, segala kegiatan
keilmuan harus sesuai dengan kehendak fuqaha’, disamping itu penguasa Dinasti
Murabithun lebih memfokuskan kegiatannya kepada gerakan pemurnian ajaran Islam.[28]
Sehingga perkembangan peradaban sedikit terabaikan
Kekuasaan
Dinasti Murabithun di Spanyol hanya berlangsung sampai tahun 1149 M. Ketika
Yusuf bin Tasyufin mangkat, ia digantikan oleh putranya Alif bin Yusuf yang
selalu disibukkan oleh usaha untuk menumpas pemberontakan, maka lambat laun
Murabithun pun mundur. Para penggantinya pun bukanlah orang-orang yang cakap,
sehingga kekuasaan Dinasti ini dapat diambil oleh Dinasti Muwahhidun, disamping
adanya serangan dari pihak Nasrani, yang pada masa ini telah berhasil merebut
beberapa daerah kekuasaan Islam seperti Castile, Barcelona, dan beberapa daerah
lainnya.
7. Masa Dinasti Muwahhidun[29]
Kekuasaan
Dinasti Muwahhidun di Spanyol dimulai pada tahun 1149 M setelah berhasil
menumbangkan kekuasaan Dinasti Murabithun di Maghribi, kemudian berhasil
merebut kekuasaan di Spanyol dengan tekad mengembalikan kejayaan Islam di sana.
Untuk masa beberapa dekade Dinasti ini mengalami kemajuan.
Pada
masa ini serangan dari pihak Nasrani semakin gencar, pada awalnya serangan yang
dilancarkan oleh pihak Nasrani dapat dipatahkan, sampai akhirnya Dinasti
Muwahhidun dihadapkan pada perang Las Nafas de Tolosa. Pada saat itu pasukan
Nasrani dipimpin oleh Alfonso VIII, raja Castile, dengan mengatas namakan
perang suci. Mereka berhasil menghimpun bantuan dari Perancis, Jerman, Inggris,
dan Italia. Pasukan Islam yang saat itu dibawah kepemimpinan al-Mansur Billah
mengalami kekalahan besar, yang membawa kepada berakhirnya kekuasaan Dinasti
Muwahhidun di Spanyol. Sejak saat itu satu per satu daerah kekuasaan Islam di
Spanyol jatuh ke tangan pasukan Nasrani, selama tahun 1238 – 1260 M mereka dapat
menguasai seluruh Spanyol[30]
kecuali daerah Granada.
8. Masa Bani Ahmar (1232 – 1492 M)
Pada
periode ini Islam hanya memiliki daerah kekuasaan di Granada, di bawah
pemerintahan Bani Ahmar. Mereka berhasil mengendalikan daerah-daerah pegunungan
di Propinsi Granada, yang kemudian di sana didirikan benteng al-Hamra. Pada
masa ini peradaban kembali mengalami kemajuan seperti pada zaman Abdurrahman
III, Granada pada waktu itu menjadi pusat peradaban yang banyak menarik
perhatian para cendikiawan dan sastrawan khususnya yang berada di kawasan barat
Islam.[31]
Keadaan
ini dapat dipertahankan selama 2 ½ abad, yang mungkin sangat erat kaitannya
dengan penguasa Granada hanya terdiri dari satu etnis yaitu Arab, yang berasal
dari daerah Spanyol lainnya, yang kemudian berlindung di bawah kekuasaan Bani
Ahmar.
Akan
tetapi pada akhir pemerintahan, perebutan kekuasaan di dalam tubuh pemerintahan
Bani Ahmar tidak dapat dielakkan, hingga mengakibatkan lemahnya posisi kekuatan
Muslim di Granada. Abu Abdullah yang ingin berkuasa meminta bantuan dari
orang-orang Nasrani yang waktu itu dipimpin oleh Ferdinand II dan Isabella
untuk menumbangkan pemerintahan yang sah. Kesempatan ini dipergunakan oleh umat
Nasrani untuk merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol tersebut, mereka
berhasil mengalahkan pemerintahan yang sah, bahkan Granada berhasil mereka
taklukkan. Muhammad IX Sultan Bani Ahmar terakhir, meninggalkan Spanyol.
Demikian juga dengan Abu Abdullah yang kemudian hijrah ke Afrika Utara. Hal ini
menandai berakhirnya kekuasaan Islam di Spanyol.
Jatuhnya
kota Granada ke tangan umat Nasrani menjadi tanda berakhirnya kekuasaan Islam
di Spanyol. Para penguasa Bani Ahmar mengambil inisiatif untuk hijrah ke daerah
Islam lainnya. Sedangkan masyarakat Islam di Spanyol dihadapkan kepada dua
pilihan, antara menjadi pengikut agama Nasrani atau meninggalkan daerah
Spanyol, sehingga pada tahun 1609 M tidak ada lagi umat Islam yang tinggal di
daerah tersebut.[32]
B.
KEMAJUAN PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA.
1.
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Filsafat.
Ketika Islam berjaya di Andalusia,
ilmu pengetahuan dan filsafat mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Ketika
Islam lahir, sebagai agama pemersatu dan agama peradaban, bangsa Yunani sedang
tenggelam dalam kekuasaan pemerintah yang kejam, sedang dunia Islam mulai
menyingsingkan fajar kebebasan, terutama bagi berkembangnya ilmu pengetahuan. Minat
terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan oleh penguasa Muslim
ketika itu, sehingga para ilmuwan dan filsof kenamaan banyak lahir di dunia
Islam, seperti Ibnu Hazm dengan karyanya al-Milal wa al-Nihal, Abu bakr Muhamad
Ibnu Al-Asyik (wafat 1138) yang dikenal Ibnu Bajah, Abu Bakar Ibnu Thufael
(wafat 1185) yang dikenal dengan bukunya yang berjudul “Hay bin Yaqdzan”, Ibnu
Rusyd (1126 – 1198 M) yang dikenal dengan sebutan Averous, karyanya antara lain
Tuhafut al-Tuhafut.
2.
Bidang Geografi dan Sains.
Ilmuwan
di bidang geografi lahirlah nama Ibnu Jubair, seorang pengarang buku berjudul
“Perlawatan ke negeri-negeri Islam”, Abu Hamid Al-Hazim dan Abu Ubaid Al-Bakry.
Di
bidang sains muncullah nama-nama yang ahli di bidang kedokteran, musik, matematika,
astronomi, kimia, dan lain-lainnya misalnya Wafid Al-Bakhmi, Khalaf Al-Zahrawi,
sebagai ahli di bidang kedokteran dan ilmu fa’al. Abu Qasim al-Zanrawi seorang
dokter bedah yang mengarang buku Al-Tasrif setebal 30 jilid, Ibnu Khatimah ahli
penyakit Malaria, Abbas Ibnu Farnas ahli Kimia dan Astronomi, ia adalah seorang
ilmuwan pertama yang menemukan cara membuat kaca dari batu.
3.
Bidang Sejarah dan Sosiologi.
Ilmu
sejarah dan sosiologi juga berkembang pesat di Andalusia semasa pemerintahan
Islam. Ahli sejarah dan sosiologi yang menjadi peletak dasar teori-teori
sejarah dan sosiologi banyak bermunculan pada masa ini. Mereka antara lain;
Ibnu Hazm dengan karyanya Jamharah al-Ahsab dan Rasail fi Fadl Ahlal Andalus,
Ibnu Batutah (1304 – 1374) seorang sejarawan yangpernah berkunjung ke Indonesia
dan Asia Tenggara, Ibnu Jubair dari Valencia (1145 – 1228 M) seorang ahli
sejarah dan geografi yang menulis sejarah negeri-negeri muslim Mediterania dan
Cicilia, Ibnu Khaldun dari Tunis, seorang ahli filsafat sejarah yang terkenal
dengan bukunya Mukaddimah.
4.
Bidang Agama dan Hukum Islam.
Bidang
ilmu-ilmu Islam juga turut berkembang pesat di Andalusia, yang pada akhirnya
melahirkan tokoh-tokoh yang berkompeten di bidang ini, antara lain Ibnu Rusyd
yang terkenal dengan karyanya; Bidayat al-Mujtahid Wa Nihayah al-Mukhtashid,
dan Ibnu Hazm yang terkenal dengan karyanya; Al-Ahkam fi Ushul al-Ahkam, dan
sebagainya.
5.
Bidang Musik dan Kesenian.
Tokoh
yang terkenal pada masa ini di bidang musik dan seni suara adalah Al-hasan bin
Nafi’ yang dijuluki Zaryab, ia adalah seorang seniman yang terkenal di
zamannya.
6.
Bidang Bahasa dan Sastra.
Di
bidang bahasa dan sastra, bahas Arab merupakan bahasa administrasi bagi
pemerintahan Islam Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan
muslim di negeri itu termasuk penduduk asli. Di antara tokoh yang terkenal pada
masa itu adalah Ibn Malik pengarang kitab “Alfiyah”, Ibn Khuru, Ibn Al-Haj, dan
sebagainya, sedangkan tokoh sastranya antara lain Ibn Abdi Rabah dengan bukunya
Al-Iqd al-Farid, Ibn Basam dengan bukunya Al-Dzakirah fi Miahasin al-Jazirah,
dan Al-Fath Ibn al-Haqan dengan karangannya Al-Qalaid.
7.
Bidang Pembangunan Fisik.
Pemerintahan
Islam di Andalusia juga mengembangkan dan membangun beberapa lembaga berikut
sarana dan prasarananya, misalnya membangun tropong bintang di Cordova,
membangun pasar dan jembatan, melakukan upaya pengendalian banjir dan
penyimpanan air hujan, membangun sistem irigasi hidrolik dengan menggunakan
roda air (water wheel), memperkenalkan tanaman padi dan jeruk, dan mendirikan
pabrik-pabrik tekstil, kulit, logam, dan lainnya.[33]
C.
RUNTUHNYA KERAJAAN ANDALUSIA.
1.
Lemahnya Kekuasaan Bani Umayyah II dan Bangkitnya Kerajaan-Kerajaan Kecil di Andalusia.
Menurut
data sejarah, pada saat itu kerajaan Islam di Spanyol terpecah-pecah menjadi
kerajaan kecil. Sepeninggal dinasti Umayyah, kerajaan di Spanyol menjadi 20
wilayah kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan itu antara lain bani Ibad di Seville,
bani Hamud di Malaga, bani Zirry di Granada, bani Hud di Saragosa, dan yang
terkenal adalah bani Dzin Nun yang menguasai kota Toledo, Valensia, dan Marusa.
Raja-raja
kecil ini sering berebut kekuasaan, yang satu menghantam yang lain, sehingga
kekuatan mereka menjadi lemah, sedangkan pada saat yang sama, raja-raja Eropa
bersatu. Raja Al-Fonso VI dan Leon mengadakan kerjasama dengan Australia,
Castilia dan raja-raja lainnya. Mereka bersatu menghimpun kekuatan untuk
menghancurkan kekuatan Islam di Spanyol. Kekuatan baru inilah yang dapat
menaklukkan kota Granada pada tahun 898 H / 1492 M.
Dengan
jatuhnya kota Granada, berakhirlah kekuasaan Islam Arab pada masa itu di
Andalusia, setelah mereka menguasai negeri itu selama delapan abad.
2.
Timbulnya Semangat Orang-Orang Eropa Untuk Menguasai Kembali Andalusia.
Kekuatan
Islam berlangsung dalam waktu yang cukup lama, dan selama itu pula orang-orang
Eropa mulai menyusun kekuatannya untuk menghancurkan Islam. Pada saat kekuasaan
Islam mulai melemah, mereka segera menyusun kekuatan baru yang luar biasa.
Serangan demi seranganpun dilancarkan terhadap kekuasaan Islam, tetapi pada
mulanya masih dapat digagalkan.
Pada
masa pemerintahan Bani Ahmar (1232- 1492), khususnya pada masa pemerintahan
Abdurrahman Al-Nasir, kekuatan umat Islam dapat dipulihkan kembali. Akan tetapi
menjelang akhir hayatnya, ia mewariskan kekuasaan itu kepada adik kandungnya.
Akibatnya Abu Abdullah Muhammad sebagai anaknya merasa kecewa, dan menuntut
balas terhadap ayahnya. Dia mengadakan pemberontakan yang menewaskan sang ayah,
tetapi kursi kerajaan tetap pada pamannya. Abu Abdullah kembali menyusun
rencana pemberontakan dengan meminta bantuan penguasa Kristen Ferdinand dan
Isabella. Permintaan itu dikabulkan dan pamannya tewas terbunuh. Setelah itu,
segudang hadiah yang terdiri dari emas berlian, diserahkan kepada Ferdinand dan
Isabella.
Tetapi
para penguasa Kristen itu, tidak merasa puas dengan hadiah. Bahkan mereka ingin
merebut kekuasaan Abu Abdullah dan mengenyahkan kekuasaan Islam dari tanah
Spanyol. Rencana penyerangan pun disusun, dan pada saat pasukan Abu Abdullah
dikepung selama beberapa hari, akhirnya Abu Abdullah menyerah tanpa syarat dan
bersedia hengkang dari bumi Spanyol pada tahun 1492 M. Dengan demikian,
tamatlah sudah riwayat perjuangan umat Islam di Andalusia. Pada saat yang
bersamaan, penguasa Eropa Kristen dengan leluasa menancapkan kakinya di bumi
Andalusia setelah selama delapan abad berada di tangan kaum Muslimin.
D.
HANCURNYA PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA.
1.
Hancurnya Kekuasaan Islam dan Rendahnya Semangat Para Ahli Dalam Menggali Budaya
Islam.
Hancurnya
kekuasaan Islam di Andalusia pada tahun 1492 M berdampak negatif bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Para Ilmuwan dilanda
kelesuan, mereka tidak semangat lagi menggali dan mengkaji ilmu pengetahuan.
Mereka seakan berputus asa ketika melihat serangan yang bertubi-tubi
dilancarkan kepada umat Islam, terutama lagi tindakan penguasa Kristen itu
terhadap peradaban Islam. Mereka menyaksikan banyak pusat-pusat peradaban di
hancurkan, bahkan para ilmuwan sendiri, tidak sedikit yang tewas di bunuh
tentara Kristen di Spanyol. Peristiwa yang tragis dan sangat mengenaskan itu,
amat membekas di lubuk hati para ilmuwan, sehingga mereka banyak yang lari
menyelamatkan diri ke Afrika Utara.
Peristiwa
pahit yang terjadi pada tahun 1492 M itu, membawa dampak psikologis bagi para
ilmuwan muslim. Mereka tidak lagi mempunyai gairah untuk bangkit kembali dan
memajukan peradaban Islam, melalui ide-ide cemerlang dan usaha kreatif mereka
selama ini yang telah memberikan andil besar bagi kemajuan peradaban Islam.
Dampak yang lebih jauh dari sikap para ilmuwan muslim yang demikian itu, adalah
terjadinya kemandegan peradaban. Peradaban Islam mengalami masa-masa suram dan
penurunan kualitas intelektual umat Islam. Akhirnya harapan dan keinginan umat
Islam yang mendambakan agar bangkit kembali membangun peradaban Islam, yang
pernah jaya di masa lalu tak pernah terwujud.
2.
Banyaknya Orang-Orang Eropa Yang Menguasai Ilmu Pengetahuan Dari Islam.
Begitu
besarnya perhatian para penguasa muslim dan para ilmuwannya terhadap ilmu
pengetahuan maka mereka saling bekerja sama untuk memajukan bangsa dan negara.
Banyak penelitian dan pengkajian dilakukan, lembaga-lembaga riset dibangun,
Sekolah Tinggi dan Universitas didirikan. Di lembaga ini tidak hanya orang Islam
yang diberi kesempatan mempelajari ilmu pengetahuan, tetapi semua orang
termasuk orang Kristen. Akibatnya banyak orang-orang Kristen Barat yang
tertarik dan belaaajar di Universitas-Universitas Islam itu.
Karena
tertarik oleh metode ilmiah Islam, banyak para pendeta Kristen yang menyatakan
diri untuk belajar di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Contohnya seorang
pendeta Roma, Italia bernama Roger Bacon ( 1214 – 1292 M.), ia datang ke Paris
untuk belajar bahasa Arab antara tahun 1240 sampai 1268 M. Setelah mahir
menguasai bahasa Arab, ia segera membaca dan menterjemahkan berbagai ilmu
pengetahuan yang ditulis ilmuwan muslim dalam bahasa Arab. Ilmu yang menarik
hatinya adalah ilmu pasti. Buku-buku yang asli berbahasa Arab dan hasil
terjemahannya banyak di bawa ke Inggris. Lalu disimpan di Universitas Oxford.
Hasil terjemahan Bacon itu, diterbitkan dan menggunakan namanya sendiri. Ia
tidak menyebutkan nama-nama asli pengarang buku-buku itu, yang tak lain adalah
ilmuwan-ilmuwan muslim. Di antara karangan yang diterjemahkannya dan tidak
menyebutkan nama asli pengarangnya itu, adalah kitab Al Manadzir karya Ali
Al-Hasan Ibnu Haitsam ( 965 – 1038 M ). Di dalam buku itu terdapat teori
tentang mikroskop dan mesiu, kemudian buku itu disebut sebagai karya Roger Bacon.
PENUTUP
Kesimpulan
Pasang
surut Islam di Spanyol terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. mulai tahun
…….. s/d tahun 1492 M. Islam di Spanyol telah berhasil menyedot perhatianNegara
Eropa dan Negara lainnya ketika itu dengan kemajuan yang telah mereka capai
dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban.
Masuknya
Islam ke Spanyol tidak hanya merubah kehidupan masyarakat disana, tapi lebih
dari itu. Kemajuan peradaban yang tercipta disana telah membangunkan bangsa
Eropa dari tidur nyenyak yang diselimuti kebodohan bangun menjadi bangsa yang
modern dengan kemajuan yang begitu pesat dalam bidang sains dan teknologi
mengungguli kejayaan Islam sampai saat ini. Tidaklah terlalu berlebihan bila
dikatakan Islam telah membidani lahirnya kebangkitan kebudayaan baru di Benua
Eropa sampai sampai saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aslad, H.
Mahrus dan Drs. A. Wahid Sy. Bandung. Armico. 2001.
Hamka,
Sejarah Umat Islam, Bukittinggi : Nusantara
Harun,
Maidir /Firdaus, Sejarah Peradaban Islam I, Padang : IAIN Press, 2001
Hasan
Ibrahim Hasan, ad-Daulat Fathimiyah, Mesir : al-Qahirah, 1959
Hasan
Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam as-Siyasi wa Ats-Tsaqafi wa al-Ijtima’i, - Kairo
: Maktabah an-Nadhhah al-Misriyah, 1979
Hitti,
Philip K., History of The Arabs, London : The Macmilan Press, 1974
Nasution,
Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Jakarta : UI-Press, 1974
Sou’ib,
Yoesoef, Kekuasaan Islam di Andalusia, Medan : Madju, 1984
Syalabi,
Ahmad, Sejarah Kebudayaan Islam 2, Jakarta : Pustaka al-Husna, 2003
Tim
Ensiklopedi, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, J.2, Jakarta : PT. Icktiar Baru
Van Hoeve, 2002
Yatim,
Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997
[1] Pada awalnya Spanyol berada di
bawah kekuasaan bangsa Romawi, sampai kedatangan bangsa Vandal pada abad V yang
berhasil menaklukkan daerah tersebut, sejak saat itu Spanyol dikenal juga
dengan nama Vandalusia yang berarti negeri bangsa Vandal. Orang Islam kemudian
menyebutnya Andalusia. (Hasan Ibrahim Hasan), Tarikh al-Islam as-Siyasi wa
Ats-Tsaqafi wa al-Ijtima’i, - Kairo : Maktabah an-Nadhhah al-Misriyah, 1979),
h. 314
[2] Oppas dan Achila adalah kakak dan
anak dar Witiza yang dulunya adalah penguasa di daerah Toledo, yang kemudian
disingkirkan oleh Roderik, karena pusat pemerintahan Visigoth dipindahkan dari
Seville ke Toledo. – Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1997), h. 92
[3] Julian adalah mantan penguasa
daerah Septah, yang memiliki dendam pribadi dengan Roderik, karena perlakuan
buruknya kepada putri Julian. – Yoesoef Sou’ib, Kekuasaan Islam di Andalusia,
Medan : Madju, 1984), h.8
[4] Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan
Islam 2, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 2003), h.128
[5] Ibid, h.128
[6] Hasan Ibrahim Hasan, op.cit., h.
319
[7] Ahmad Syalabi, op.cit., h. 130
[8] Ibid., h. 130-131
[9] Hamka, Sejarah Umat Islam,
(Bukittinggi : Nusantara, t.th), cet. 3, h. 284
[10] Badri Yatim, op.cit., h. 94
[11] Harun Nasution, Islam Ditinjau
dari Berbagai Aspek, (Jakarta : UI-Press, 1974), h. 62
[12] Abdurrahman ad-Dakhil adalah
salah seorang keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran golongan
Hasyimiyah, ia bersembunyi dan menyamar sebagai pedagang di Mesir, Palestina,
kemudian terus ke Afrika Utara, akhirnya pada tahun 755, ia menyeberang ke Spanyol.
Di Spanyol ia menjalin kerjasama dengan pimpinan suku Kalb – Al Bajl bin Bisr –
untuk merebut kekuasaan dari Yusuf bin Abdurrahman al-Fihri. Pada tahun 756 M
kekuasaan dapat direbutnya dan Cordoba dijadikan sebagai pusat pemerintahannya.
(Maidir Harun/Firdaus, Sejarah Peradaban Islam I, (Padang : IAIN Press, 2001)
h. 109-110)
[13] Hamka., loc.cit.
[14] Badri Yatim, op.cit., h. 95
[15] Ibid
[16] Ibid., h. 96
[17] Hamka, op.cit., h. 288
[18] Badri Yatim, op.cit., h. 97
[19] Hamka, loc.cit.
[20] Badri Yatim, loc.cit.
[21] Ibid, h. 97
[22] Maidir Harun/Firdaus, op.cit., h.
114
[23] Hamka, op.cit., h. 291
[24] Tim Ensiklopedi, Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, J.2, (Jakarta : PT. Icktiar Baru Van Hoeve, 2002), h. 201
[25] Dinasti Murabithun berasal dari
salah satu kabilah Barbar Lamtuna, yang pada awlnya Murabithun adalah suatu
gerakan pemurnian Islam dalam bentuk tarekat yang dikembangkan melalui ribat
pesantren), yang akhirnya berkembang menjadi suatu kekuatan politik dengan
mendirikan Dinasti Murabithun. (Maidir Harun/Firdaus, op.cit., h. 115-119)
[26] Tim Ensiklopedi, op.cit., h. 20
[27] Yoesoef Sou’ib, op.cit., h. 124
[28] Maidir Harun/Firdaus, op.cit., h.
122
[29] Dinasti Muwahhidun berasal dari
kabilah Masmudah, yang pada awalnya adalah suatu gerakan pemurnian agama
kemudian berkembang menjadi suatu kekuatan politik dengan mendirikan suatu
Dinasti Muwahhidun yang berpusat di Maroko, dengan pendirinya Muhammad bin
Tumart – Tim Ensiklopedi, op.cit., h. 206
[30] Philip K. Hitti, History of The
Arabs, (London : The Macmilan Press, 1974), h. 531-534
[31] Tim Ensiklopedi, op.cit., h. 212
[32] Harun Nasution, op.cit., h. 82
[33] Badri Yatim, op.cit., h. 101-104
1 komentar:
Thank's banget sob, artikelnya bagus banget dan sangat bermanfaat buat tugas kampus untuk sejarah Islam. minta izin ya buat nambah materi tugas. kebetulan saya kuliah di kampus UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Posting Komentar