Rabu, 14 November 2012

SEJARAH PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA (SPANYOL)


SEJARAH PERADABAN ISLAM
DI ANDALUSIA (SPANYOL)


Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Sejarah Peradaban Islam

Oleh:
Anis Lutfi Masykur









JURUSAN AQIDAH-FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA



1431 H
2010 M








KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa  yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya  sehingga penyusunan tugas ini dapat diselesaikan.
Tugas ini disusun untuk diajukan sebagai  tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dengan judul “Sejarah Peradaban Islam di Andalusia (Spanyol)” di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Aqidah Filsafat.
Terima kasih disampaikan kepada Ibu Marzuqoh, MA. selaku dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya tugas ini.
Demikianlah tugas ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata kuliah. Menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, kami mengharapkan saran dan kritik.

                                                                        Jakarta, 12 Juni 2010



                                                                        Penulis
















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................      ii  
DAFTAR ISI.............................................................................................................................     iii
PENDAHULUAN.....................................................................................................................      1

PEMBAHASAN........................................................................................................................      2
A.     PERKEMBANGAN ISLAM DI ANDALUSIA...................................................................      2
1.      Periode Para Wali.........................................................................................................      3
2.      Masa Keamiran............................................................................................................      4
3.      Masa Kekhalifahan......................................................................................................      4
4.      Muluk at-Thawaif.........................................................................................................      5
5.      Reconquesta (penaklukan kembali)..............................................................................      5
6.      Masa Dinasti Murabithun.............................................................................................      6
7.      Masa Dinasti Muwahhidun...........................................................................................      6
8.      Masa Bani Ahmar (1232 – 1492 M).............................................................................      6

B.     KEMAJUAN PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA......................................................      7
1.      Bidang Ilmu Pengetahuan dan Filsafat..........................................................................      7
2.      Bidang Geografi dan Sains...........................................................................................      7
3.      Bidang Sejarah dan Sosiologi.......................................................................................      7
4.      Bidang Agama dan Hukum Islam.................................................................................      8
5.      Bidang Musik dan Kesenian.........................................................................................      8
6.      Bidang Bahasa dan Sastra.............................................................................................      8
7.      Bidang Pembangunan Fisik..........................................................................................      8

C.     RUNTUHNYA KERAJAAN ANDALUSIA.......................................................................      8
1.      Lemahnya Kekuasaan Bani Umayyah II dan Bangkitnya Kerajaan-Kerajaan Kecil di Andalusia.       .................................................................................................................................... 8
2.      Timbulnya Semangat Orang-Orang Eropa Untuk Menguasai Kembali Andalusia..........      8

D.     HANCURNYA PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA..................................................      9
1.      Hancurnya Kekuasaan Islam dan Rendahnya Semangat Para Ahli Dalam Menggali Budaya Islam.   ................................................................................................................................... 9
2.      Banyaknya Orang-Orang Eropa Yang Menguasai Ilmu Pengetahuan Dari Islam..........      9

PENUTUP.................................................................................................................................    10
Kesimpulan...............................................................................................................................    10

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................    11









PENDAHULUAN

Dalam dunia Islam berlaku satu peradaban yang berbeda dengan peradaban-peradaban yang terdahulu di wilayah Persia dan Romawi. Suatu peradaban yang berbeda dengan peradaban Arab yang mendominasi Jazirah Arab pada masa ekspansi. Itulah peradaban Islam yang jiwa dan sendi-sendinya disarikan dari Islam serta diserap dari keunggulan-keunggulan peradaban dunia yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Dunia lebih mendapatkan manfaat dari peradaban Islam dibandingkan peradaban dua negara adikuasa sebelumnya, Yunani dan Romawi. Peradaban Yunani lebih banyak memusatkan perhatian kepada pemikiran dan filsafat serta tidak banyak memperhatikan kebutuhan masyarakat dan kehidupan individu. Lain halnya dengan peradaban Islam selain memotivasi kepada pemikiran dan filsafat, juga sangat memperhatikan aspek-aspek kehidupan individu dan masyarakat serta bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan dunia dan akhirat.
Oleh sebab itu ekspansi Islam berbeda dengan ekspansi yang dilakukan Romawi dan Mongol yang sama sekali tidak memperhatikan nilai peradaban yang tinggi, bahkan sebaliknya, bangsa Mongol telah merusak dan membinasakan peradaban yang telah ada. Sedangkan ekspansi Islam membawa risalah peradaban yang mengajak pada perdamaian, kesejahteraan dan ketenangan dalam kehidupan.
Berbagai peristiwa dalam sejarah telah menunjukkan peranan dan kontribusi peradaban Islam untuk kemajuan peradaban dunia, khususnya dunia Eropa yang sebelumnya berada dalam kegelapan di bawah kungkungan gereja.
Hal ini dapat dilihat dari masuknya Islam ke Spanyol yang merupakan bagian dari Benua Eropa. Kehadiran Islam di Spanyol telah membawa Eropa mencapai renaisans.































PEMBAHASAN

A.       PERKEMBANGAN ISLAM DI ANDALUSIA
Sebelum Islam masuk ke Spanyol / Andalusia[1], daerah Spanyol telah dikuasai oleh bangsa Ghotia, mereka berhasil menduduki Spanyol pada tahun 507 M, dan mengusir bangsa Vandal ke Afrika Utara. Pada pemerintahan kerajaan Visigoth, rakyat dipaksa untuk mengikuti aliran agama monofosit yang dianut para penguasa. Disamping itu kehidupan sosial dan ekonomi rakyat pun berada dalam kondisi yang terpuruk karena kebijakan penguasa yang sewenang-wenang.
Sementara itu di daerah tersebut juga terjadi konflik politik antara Roderik dan kerabat Witiza – Oppas dan Achila[2] – di satu pihak, dan antara Roderik dan Julian[3] di pihak lain. Lawan-lawan politik raja Roderik meminta bantuan kaum muslimin di Afrika Utara, bahkan turut memberikan dukungan dan bantuan kepada pasukan Islam yang akan menaklukkan Spanyol.
Gubernur Afrika Utara saat itu – Musa bin Nushair – meminta izin kepada Khafilah Walid bin Abdul Malik untuk melakukan penyerbuan ke Spanyol, dan usul tersebut disetujui oleh khalifah.[4] Maka pada tahun 91 H / 710 M, dikirimlah tim ekspedisi beranggotakan 500 personil pasukan yang dipimpin oleh Tharif bin Malik. Tim ekspedisi tersebut tidak menemukan perlawanan yang berarti sehingga Tharif bin Malik dan pasukannya kembali dengan kemenangan dan rampasan perang.[5]
Sukses ini mendorong Musa bin Nushair untuk mengirim pasukan dengan jumlah yang lebih besar. Maka pada tahun 92 H / 711 M dikirimlah 7000 personil pasukan di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad. Pasukan ini menyeberangi selat yang memisahkan antara Afrika Utara dan Spanyol dengan kapal-kapal yang dipinjamkan oleh Julian dan berhenti di sebuah tempat bernama Jazirah al-Khadra, yang kemudian dikenal dengan nama Jabal Thariq (Gibratal). Disanalah Thariq bin Ziyad mempersiapkan rencana dan siasat untuk menaklukkan Spanyol.[6]
Kedatangan pasukan Islam disambut oleh Roderik, raja Visigoth dengan 100.000 tentara. Thariq meminta tambahan bantuan 5000 pasukan kepada Musa bin Nushair. Kekuatan tampak tidak seimbang, namun dengan semangat jihad yang tinggi dari pasukan Islam, pasukan Roderik dapat dikalahkan, bahkan Roderik pun tewas dalam pertempuran. Hal ini sehingga melemahkan semangat orang-orang Spanyol dan memudahkan Thariq untuk menaklukkan mereka. Thariq terus maju dan dapat menaklukkan kota Cordoba, Granada dan Toledo yang merupakan ibukota Visigoth.[7]
Terkesan oleh kemenangan yang dicapai Thariq, Musa bin Nushair pun ikut ambil bagian untuk menaklukkan Spanyol. Dengan memimpin pasukan dengan jumlah besar, Musa bin Nushair menyeberangi selat menuju Carmona yang memiliki benteng kuat. Kota tersebut dapat ditaklukkan, selanjutnya Musa dapat menaklukkan Sevilla dan akhirnya bertemu dengan Thariq di Toledo. Pasukan mereka menuju ke utara dan dapat menaklukkan kota Zaragosa, Barcelona, Aragon dan Castilia, kemudian menuju ke Timur laut sampai ke pegunungan Pyrenia. Penaklukan mereka terhenti karena Khalifah Walid bin Abdul Malik memanggil mereka kembali ke Damaskus.[8]
Secara umum kesuksesan pasukan Islam memiliki semangat juang yang tinggi dan dipimpin oleh panglima yang handal dalam strategi dan siasat perang. Disamping sikap toleran yang diperlihatkan pasukan Islam mendatangkan simpati dari bangsa Spanyol yang ketika itu mayoritas beragama Yahudi. Berbeda dengan pasukan Spanyol yang kebanyakan adalah tawanan dan budak yang dipaksa untuk berperang, sehingga mereka berperang tanpa semangat.
Dukungan dan kerjasama dari rakyat Spanyol turut mempermudah usaha pasukan Islam untuk menguasai Spanyol. Rakyat yang ingin melepaskan diri dari keterpurukan ekonomi dan belenggu penderitaan telah menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi umat Islam. Di lain pihak pertikaian politik dalam tubuh pemerintahan kerajaan Visigoth memperburuk situasi di Spanyol yang tentunya sangat menguntungkan umat Islam karena lawan politik Roderik meminta bantuan kepada penguasa Islam untuk melumpuhkan kekuatan Roderik. Dan hal ini sekaligus merupakan dukungan mereka kepada pasukan Islam, bahkan mereka bersedia menyediakan kapal untuk menyeberang ke Spanyol.
Maka ekspansi Islam ke Spanyol pada saat itu adalah awal berkembangnya ajaran Islam di sana hingga + 8 abad lamanya dari tahun 710 – 1609. Secara garis besar perkembangan Islam di Spanyol dapat dibagi kepada beberapa tahap perkembangan sebagai berikut :

   1. Periode Para Wali
Pada periode ini Spanyol merupakan salah satu propinsi di bawah kekuasaan Daulah Umayyah di Damaskus, yang dipimpin oleh para wali wakil Khalifah disana, mulai dari tahun 93 H / 716 M sampai tahun 138 H/ 756 M.[9]
Pada masa ini, stabilitas politik di Spanyol belum tercipta dengan sempurna, dimana diantara para elite penguasa masih terdapat perselisihan, terutama diakibatkan oleh perbedaan etnis dan golongan, seperti antara etnis Barbar dan Arab yang masing-masing mereka berhak untuk memerintah di negeri tersebut. Bahkan terjadi pula perbedaan pandangan politik antara Khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika Utara, dimana diantara mereka merasa paling berhak berkuasa di Spanyol. Hal ini sering menyulut terjadinya perang saudara, sehingga dalam jangka 40 tahun terjadi 20 kali pergantian wali dengan wali yang pertama adalah Abdul Aziz bin Musa bin Nushair, sampai Gubernur terakhirnya Yusuf bin Abdurrahman al-Fihri.[10]
Disamping itu gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Namun demikian pada masa itu, perluasan daerah tetap dapat dilakukan. Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, usaha penaklukan Spanyol diteruskan untuk menerobos pegunungan Pyneria dan terus ke timur di bawah pimpinan As-Samah bin Malik pada tahun 719 M, namun ia terbunuh dan digantikan oleh Abdurrahman al-Ghafiqy. Dengan pasukannya ia menyerang kota Bordesu, Poiter dan terus ke kota Tours, namun pasukannya ditahan oleh Charles Martel diantara kota Poiter dan Tours, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan pasuka Islam kembali ke Spanyol. Setelah itu perluasan wilayah pada masa tersebut masih terjadi, seperti ke Avirignon (734 M), Lyon (743 M) dan ke pulau-pulau di laut tengah, seperti Majorka, Corsia, Sardina, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari pulau Sicilia.[11]

   2. Masa Keamiran
Periode ini dimulai dengan masuknya Abdurrahman ad-Dakhil[12] ke Spanyol dan berhasil merebut kekuasaan dari Yusuf bin Abdurrahman al-Fihri. Pada periode ini Spanyol dipimpin oleh para Amir yang pemerintahannya terpisah dari Daulah Abbasiyah di Baghdad, yang berlangsung selama rentang waktu 138 H / 756 M sampai 315 H / 912 M.[13]
Kemajuan-kemajuan di bidang politik maupun peradaban telah mulai terlihat pada masa ini. Hal ini terlihat dari pembangunan fisik yang dilakukan, seperti pembangunan Mesjid Cordova dan gedung-gedung sekolah di kota besar Spanyol oleh Abdurrahman ad-Dahkhil. Pada masa Hakam diadakanlah pembaharuan di bidang militer, seperti dengan membentuk satuan tentara bayaran.
Disamping itu perhatian para Amir terhadap ilmu pengetahuan telah turut menjadi faktor pendukung berkembangnya berbagai disiplin ilmu. Abdurrahman al-Ausath bahkan mengundang para ahli ilmu dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa ini ditandai dengan masuk dan berkembangnya pemikiran filsafat di dunia Islam Spanyol.[14]
Pada masa ini umat Islam masih dihadapkan kepada hal yang mengancam stabilitas keamanan, baik yang datang dari luar Islam seperti gerakan Nasrani fanatik yang mencari kesyahidan (Matyrdom) maupun dari kalangan umat Islam sendiri seperti pemberontakan dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan Malaga ataupun pemberontakan yang terjadi di Toledo, disamping perselisihan yang kerap terjadi antara orang-orang Arab dan orang Barbar.[15]

   3. Masa Kekhalifahan
Periode ini berlangsung semenjak Abdurrahman III yang bergelar an-Nashir memerintah pada tahun 315 H/912 M sampai munculnya periode Muluk ath-Tahwaif pada tahun 1013 M. Pada masa ini penguasa di Spanyol bergelar khalifah. Gelar tersebut bermula ketika Abdurrahman III mengetahui bahwa Khalifah Abasiyyah, al-Muktadir, wafat dibunuh oleh pengawalnya, tahun 929 M. Maka Abdurrahman III menilai ini adalah saat yang tepat untuk memproklamirkan dirinya sebagai khalifah di Spanyol. Kemudian gelar ini tetap dipakai sampai akhir pemerintahan Bani Umayyah.[16]
Abdurrahman III dengan gelar an-Nashir yang memerintah + 50 tahun telah berhasil menciptakan stabilitas politik di Spanyol, hal ini dibuktikan dengan keberhasilannya memadamkan pemberontakan-pemberontakan, dan meredam timbulnya perpecahan dan perselisihan diantara bangsa Arab.[17]
Pada periode ini Umat Islam di Spanyol mencapai puncak kejayaannya, hingga dapat menyaingi kejayaan Bani Abasiyyah di Baghdad. Hal ini terlihat dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di daerah tersebut dengan didukung oleh sarana penunjang yang dibangun oleh pemerintahan Daulah Umayyah disana, seperti pembangunan Universitas Cordova dengan koleksi buku-buku mencapai ratusan ribu.[18] Bahkan pada masa al-Hakam II, Andalus dikenal sebagai pusat kebudayaan, kesusasteraan dan Ilmu Pengetahuan.[19]
Kondisi ini terus berlangsung sampai kepada masa khalifah al-Muzaffar, akan tetapi setelah beliau wafat pada tahun 1008 M, para penerus Bani Umayyah tidak dapat mempertahankan kejayaan negeri tersebut. Para khalifah yang terpilih memiliki kecakapan dalam pemerintahan, hingga memicu timbulnya berbagai kekacauan yang akhirnya membawa kepada kehancuran, sekaligus menjadi tanda berakhirnya kekuasaan Daulah Umayyah di Spanyol. Pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapus jabatan khalifah, dan ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam beberapa kerajaan kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.[20]
 



 4. Muluk at-Thawaif
Periode ini dimulai saat Spanyol terpecah kepada lebih dari tiga puluh negara kecil, yang dipimpin oleh penguasa-penguasa yang berasal dari berbagai suku bangsa dan yang dikenal dengan istilah muluk at-thawaif, yang berlangsung dari tahun 1013 – 1086 M.[21]
Perpecahan tersebut sekaligus mencerminkan heterogenitas anggota militer pada masa Bani Umayyah yang kemudian melepaskan diri dari pemerintahan pusat, selain itu hal ini juga dapat dipahami sebagai ketidak harmonisan umat Islam di Spanyol, karena terlalu mengedepankan perbedaan etnik dan golongan masing-masing, disamping ambisi yang terlalu kuat dari masing-masing golongan untuk berkuasa di Spanyol, ditambah lagi dengan dihapuskannya jabatan Khalifah oleh Dewan menteri, yang semakin membuka peluang untuk perebutan kekuasaan, hingga berujung kepada terpecahnya Spanyol menjadi negara-negara kecil.
Pemerintah pada periode ini diwarnai dengan berbagai peperangan antara golongan, kerajaan yang kuat menyerang yang lemah sehingga untuk mempertahankan kekuasaannya, ada sebagian golongan yang meminta bantuan kepada non muslin. Perpecahan politik di kalangan umat Islam ini, menimbulkan hasrat orang-orang Nasrani untuk merebut kembali daerah Spanyol, hal ini diwujudkan dengan berbagai serangan oleh pihak Nasrani terhadap Islam. Pihak Nasrani yang diwakili oleh Alfonso V berhasil merebut kota Toledo pada tahun 1085,[22] dan serangan-serangan lain mulai dilancarkan kepada daerah-daerah kekuasaan Islam lainnya. Al-Mu’tamad bin Ubaad salah seorang dari raja Bani Ubaad meminta bantuan kepada Dinasti Murabithun di Afrika Utara, yang pada saat itu dipimpin oleh Yusuf bin Tasyfin. Yusuf datang bersama pasukannya pada tahun 1086 dan bergabung dengan pasukan al-Mu’tamad di daerah Zallaka yang kemudian berhasil mengalahkan pasukan Alfonso VI, walaupun kota Toledo tidak dapat direbutnya kembali.[23] Dan sejak saat itu kekuasaan Islam di Spanyol diambil alih oleh Dinasti Murabithun.
Walaupun pada masa ini merupakan masa perpecahan tapi peradaban dan seni dianggap memasuki masa kejayaannya, kerajaan-kerajaan yang tersebar di seluruh Spanyol tersebut tetap memberikan dorongan kepada para ilmuwan dan sastrawan untuk mengembangkan ilmunya, bahkan mereka mendapatkan perlindungan dari kalangan penguasa.[24] Bahkan para pemimpin setiap golongan berlomba-lomba untuk menyaingi kemajuan Cordoba sebagai pusat ilmu, sehingga pada masa tersebut bermunculan pusat-pusat peradaban baru yang lebih maju dari Cordoba.

   5. Reconquesta (penaklukan kembali)
Perpecahan politik yang terjadi di kalangan umat islam, membuat orang-orang Kristen berkeinginan untuk merebut kembali dan menjarah beberapa wilayah Muslim Spanyol. Yang memang orang-orang Kristen dari sejak kedatangan umat Islam sudah bermaksud untuk mengusirnya, namun maksud tersebut belum terlaksana. Sentimen orang-orang Kristen juga diungkapkan dalam bentuk pendirian sejumlah biara Benedictine dan kwgiatan perziarahan ke Santiago de Compo Stela. Paus Gregory VII menyerukan untuk melakukan gerakan reconquesta (penaklukan kembali wilayah Spanyol dari umat Islam). Paus menjadikan reconquesta sebagai kewajiban agama bagi umat Kristen dan sebagai sebuah ambisi teritorial raja-raja Spanyol.
Dengan semangat untuk mempersatukan kerajaan Castile, Leon dan kerajaan Galicia, pada tahun 1085, Alfonso VI menaklukan Toledo. Hal ini merupakan awal dari pecahnya peperangan antara pihak Muslim dengan Kristen. Kaum migran Kristen membanjiri Toledo, tetapi warga Muslim tetap bertahan tinggal disana. Dalam waktu yang berurutan kerajaan Aragon merebut Huesca (1096), Saragosa (1118 M), Tortosa (1148 M) dan Lerida (1149 M). Pada paro kedua abad kedua belas gerakan reconquesta telah melembaga. Persaudaraan militer-keagamaan, seperti beberapa gerakan persaudaraan di Calatrava dan Santiago menaklukan dan menjarah sejumlah wilayah Muslim.

   6. Masa Dinasti Murabithun[25]
Periode ini dimulai semenjak Yusuf bin Tasyfin berhasil mengalahkan pasukan Alfonso pada tahun 1086 M. Tertarik dengan kemakmuran Spanyol, membuat ia berambisi untuk menaklukkan Spanyol. Hanya dalam jangka waktu tiga tahun ia berhasil merebut Spanyol dan mengahkhiri kekuasaan Muluk at-Thawaif kecuali wilayah Zaragosa dan La Sahla karena para penguasanya meminta bantuan ke Eropa. Yusuf mengukuhkan kekuasaannya di Spanyol atas restu khalifah al-Muqtadi, dengan gelar Amirul Muslimin dan Nashiruddin, yang kemudian juga digunakan oleh para penerusnya.[26] Untuk mengatur Spanyol Yusuf bin Tasyufin menunjuk putranya Tamin bin Yusuf menjadi Amir di Spanyol.[27]       
Pada periode ini perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan tidak begitu menonjol, hal ini disebabkan pengaruh fuqaha’ yang fundamentalis, segala kegiatan keilmuan harus sesuai dengan kehendak fuqaha’, disamping itu penguasa Dinasti Murabithun lebih memfokuskan kegiatannya kepada gerakan pemurnian ajaran Islam.[28] Sehingga perkembangan peradaban sedikit terabaikan
Kekuasaan Dinasti Murabithun di Spanyol hanya berlangsung sampai tahun 1149 M. Ketika Yusuf bin Tasyufin mangkat, ia digantikan oleh putranya Alif bin Yusuf yang selalu disibukkan oleh usaha untuk menumpas pemberontakan, maka lambat laun Murabithun pun mundur. Para penggantinya pun bukanlah orang-orang yang cakap, sehingga kekuasaan Dinasti ini dapat diambil oleh Dinasti Muwahhidun, disamping adanya serangan dari pihak Nasrani, yang pada masa ini telah berhasil merebut beberapa daerah kekuasaan Islam seperti Castile, Barcelona, dan beberapa daerah lainnya.

   7. Masa Dinasti Muwahhidun[29]
Kekuasaan Dinasti Muwahhidun di Spanyol dimulai pada tahun 1149 M setelah berhasil menumbangkan kekuasaan Dinasti Murabithun di Maghribi, kemudian berhasil merebut kekuasaan di Spanyol dengan tekad mengembalikan kejayaan Islam di sana. Untuk masa beberapa dekade Dinasti ini mengalami kemajuan.
Pada masa ini serangan dari pihak Nasrani semakin gencar, pada awalnya serangan yang dilancarkan oleh pihak Nasrani dapat dipatahkan, sampai akhirnya Dinasti Muwahhidun dihadapkan pada perang Las Nafas de Tolosa. Pada saat itu pasukan Nasrani dipimpin oleh Alfonso VIII, raja Castile, dengan mengatas namakan perang suci. Mereka berhasil menghimpun bantuan dari Perancis, Jerman, Inggris, dan Italia. Pasukan Islam yang saat itu dibawah kepemimpinan al-Mansur Billah mengalami kekalahan besar, yang membawa kepada berakhirnya kekuasaan Dinasti Muwahhidun di Spanyol. Sejak saat itu satu per satu daerah kekuasaan Islam di Spanyol jatuh ke tangan pasukan Nasrani, selama tahun 1238 – 1260 M mereka dapat menguasai seluruh Spanyol[30] kecuali daerah Granada.

 8. Masa Bani Ahmar (1232 – 1492 M)
Pada periode ini Islam hanya memiliki daerah kekuasaan di Granada, di bawah pemerintahan Bani Ahmar. Mereka berhasil mengendalikan daerah-daerah pegunungan di Propinsi Granada, yang kemudian di sana didirikan benteng al-Hamra. Pada masa ini peradaban kembali mengalami kemajuan seperti pada zaman Abdurrahman III, Granada pada waktu itu menjadi pusat peradaban yang banyak menarik perhatian para cendikiawan dan sastrawan khususnya yang berada di kawasan barat Islam.[31]
Keadaan ini dapat dipertahankan selama 2 ½ abad, yang mungkin sangat erat kaitannya dengan penguasa Granada hanya terdiri dari satu etnis yaitu Arab, yang berasal dari daerah Spanyol lainnya, yang kemudian berlindung di bawah kekuasaan Bani Ahmar.
Akan tetapi pada akhir pemerintahan, perebutan kekuasaan di dalam tubuh pemerintahan Bani Ahmar tidak dapat dielakkan, hingga mengakibatkan lemahnya posisi kekuatan Muslim di Granada. Abu Abdullah yang ingin berkuasa meminta bantuan dari orang-orang Nasrani yang waktu itu dipimpin oleh Ferdinand II dan Isabella untuk menumbangkan pemerintahan yang sah. Kesempatan ini dipergunakan oleh umat Nasrani untuk merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol tersebut, mereka berhasil mengalahkan pemerintahan yang sah, bahkan Granada berhasil mereka taklukkan. Muhammad IX Sultan Bani Ahmar terakhir, meninggalkan Spanyol. Demikian juga dengan Abu Abdullah yang kemudian hijrah ke Afrika Utara. Hal ini menandai berakhirnya kekuasaan Islam di Spanyol.
Jatuhnya kota Granada ke tangan umat Nasrani menjadi tanda berakhirnya kekuasaan Islam di Spanyol. Para penguasa Bani Ahmar mengambil inisiatif untuk hijrah ke daerah Islam lainnya. Sedangkan masyarakat Islam di Spanyol dihadapkan kepada dua pilihan, antara menjadi pengikut agama Nasrani atau meninggalkan daerah Spanyol, sehingga pada tahun 1609 M tidak ada lagi umat Islam yang tinggal di daerah tersebut.[32]

B. KEMAJUAN PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA.
1. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Filsafat.
            Ketika Islam berjaya di Andalusia, ilmu pengetahuan dan filsafat mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Ketika Islam lahir, sebagai agama pemersatu dan agama peradaban, bangsa Yunani sedang tenggelam dalam kekuasaan pemerintah yang kejam, sedang dunia Islam mulai menyingsingkan fajar kebebasan, terutama bagi berkembangnya ilmu pengetahuan. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan oleh penguasa Muslim ketika itu, sehingga para ilmuwan dan filsof kenamaan banyak lahir di dunia Islam, seperti Ibnu Hazm dengan karyanya al-Milal wa al-Nihal, Abu bakr Muhamad Ibnu Al-Asyik (wafat 1138) yang dikenal Ibnu Bajah, Abu Bakar Ibnu Thufael (wafat 1185) yang dikenal dengan bukunya yang berjudul “Hay bin Yaqdzan”, Ibnu Rusyd (1126 – 1198 M) yang dikenal dengan sebutan Averous, karyanya antara lain Tuhafut al-Tuhafut.

2. Bidang Geografi dan Sains.
Ilmuwan di bidang geografi lahirlah nama Ibnu Jubair, seorang pengarang buku berjudul “Perlawatan ke negeri-negeri Islam”, Abu Hamid Al-Hazim dan Abu Ubaid Al-Bakry.
Di bidang sains muncullah nama-nama yang ahli di bidang kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia, dan lain-lainnya misalnya Wafid Al-Bakhmi, Khalaf Al-Zahrawi, sebagai ahli di bidang kedokteran dan ilmu fa’al. Abu Qasim al-Zanrawi seorang dokter bedah yang mengarang buku Al-Tasrif setebal 30 jilid, Ibnu Khatimah ahli penyakit Malaria, Abbas Ibnu Farnas ahli Kimia dan Astronomi, ia adalah seorang ilmuwan pertama yang menemukan cara membuat kaca dari batu.

3. Bidang Sejarah dan Sosiologi.
Ilmu sejarah dan sosiologi juga berkembang pesat di Andalusia semasa pemerintahan Islam. Ahli sejarah dan sosiologi yang menjadi peletak dasar teori-teori sejarah dan sosiologi banyak bermunculan pada masa ini. Mereka antara lain; Ibnu Hazm dengan karyanya Jamharah al-Ahsab dan Rasail fi Fadl Ahlal Andalus, Ibnu Batutah (1304 – 1374) seorang sejarawan yangpernah berkunjung ke Indonesia dan Asia Tenggara, Ibnu Jubair dari Valencia (1145 – 1228 M) seorang ahli sejarah dan geografi yang menulis sejarah negeri-negeri muslim Mediterania dan Cicilia, Ibnu Khaldun dari Tunis, seorang ahli filsafat sejarah yang terkenal dengan bukunya Mukaddimah.

4. Bidang Agama dan Hukum Islam.
Bidang ilmu-ilmu Islam juga turut berkembang pesat di Andalusia, yang pada akhirnya melahirkan tokoh-tokoh yang berkompeten di bidang ini, antara lain Ibnu Rusyd yang terkenal dengan karyanya; Bidayat al-Mujtahid Wa Nihayah al-Mukhtashid, dan Ibnu Hazm yang terkenal dengan karyanya; Al-Ahkam fi Ushul al-Ahkam, dan sebagainya.

5. Bidang Musik dan Kesenian.
Tokoh yang terkenal pada masa ini di bidang musik dan seni suara adalah Al-hasan bin Nafi’ yang dijuluki Zaryab, ia adalah seorang seniman yang terkenal di zamannya.

6. Bidang Bahasa dan Sastra.
Di bidang bahasa dan sastra, bahas Arab merupakan bahasa administrasi bagi pemerintahan Islam Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan muslim di negeri itu termasuk penduduk asli. Di antara tokoh yang terkenal pada masa itu adalah Ibn Malik pengarang kitab “Alfiyah”, Ibn Khuru, Ibn Al-Haj, dan sebagainya, sedangkan tokoh sastranya antara lain Ibn Abdi Rabah dengan bukunya Al-Iqd al-Farid, Ibn Basam dengan bukunya Al-Dzakirah fi Miahasin al-Jazirah, dan Al-Fath Ibn al-Haqan dengan karangannya Al-Qalaid.

7. Bidang Pembangunan Fisik.
Pemerintahan Islam di Andalusia juga mengembangkan dan membangun beberapa lembaga berikut sarana dan prasarananya, misalnya membangun tropong bintang di Cordova, membangun pasar dan jembatan, melakukan upaya pengendalian banjir dan penyimpanan air hujan, membangun sistem irigasi hidrolik dengan menggunakan roda air (water wheel), memperkenalkan tanaman padi dan jeruk, dan mendirikan pabrik-pabrik tekstil, kulit, logam, dan lainnya.[33]

C. RUNTUHNYA KERAJAAN ANDALUSIA.
1. Lemahnya Kekuasaan Bani Umayyah II dan Bangkitnya Kerajaan-Kerajaan Kecil di Andalusia.
Menurut data sejarah, pada saat itu kerajaan Islam di Spanyol terpecah-pecah menjadi kerajaan kecil. Sepeninggal dinasti Umayyah, kerajaan di Spanyol menjadi 20 wilayah kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan itu antara lain bani Ibad di Seville, bani Hamud di Malaga, bani Zirry di Granada, bani Hud di Saragosa, dan yang terkenal adalah bani Dzin Nun yang menguasai kota Toledo, Valensia, dan Marusa.
Raja-raja kecil ini sering berebut kekuasaan, yang satu menghantam yang lain, sehingga kekuatan mereka menjadi lemah, sedangkan pada saat yang sama, raja-raja Eropa bersatu. Raja Al-Fonso VI dan Leon mengadakan kerjasama dengan Australia, Castilia dan raja-raja lainnya. Mereka bersatu menghimpun kekuatan untuk menghancurkan kekuatan Islam di Spanyol. Kekuatan baru inilah yang dapat menaklukkan kota Granada pada tahun 898 H / 1492 M.
Dengan jatuhnya kota Granada, berakhirlah kekuasaan Islam Arab pada masa itu di Andalusia, setelah mereka menguasai negeri itu selama delapan abad.

2. Timbulnya Semangat Orang-Orang Eropa Untuk Menguasai Kembali Andalusia.
Kekuatan Islam berlangsung dalam waktu yang cukup lama, dan selama itu pula orang-orang Eropa mulai menyusun kekuatannya untuk menghancurkan Islam. Pada saat kekuasaan Islam mulai melemah, mereka segera menyusun kekuatan baru yang luar biasa. Serangan demi seranganpun dilancarkan terhadap kekuasaan Islam, tetapi pada mulanya masih dapat digagalkan.
Pada masa pemerintahan Bani Ahmar (1232- 1492), khususnya pada masa pemerintahan Abdurrahman Al-Nasir, kekuatan umat Islam dapat dipulihkan kembali. Akan tetapi menjelang akhir hayatnya, ia mewariskan kekuasaan itu kepada adik kandungnya. Akibatnya Abu Abdullah Muhammad sebagai anaknya merasa kecewa, dan menuntut balas terhadap ayahnya. Dia mengadakan pemberontakan yang menewaskan sang ayah, tetapi kursi kerajaan tetap pada pamannya. Abu Abdullah kembali menyusun rencana pemberontakan dengan meminta bantuan penguasa Kristen Ferdinand dan Isabella. Permintaan itu dikabulkan dan pamannya tewas terbunuh. Setelah itu, segudang hadiah yang terdiri dari emas berlian, diserahkan kepada Ferdinand dan Isabella.
Tetapi para penguasa Kristen itu, tidak merasa puas dengan hadiah. Bahkan mereka ingin merebut kekuasaan Abu Abdullah dan mengenyahkan kekuasaan Islam dari tanah Spanyol. Rencana penyerangan pun disusun, dan pada saat pasukan Abu Abdullah dikepung selama beberapa hari, akhirnya Abu Abdullah menyerah tanpa syarat dan bersedia hengkang dari bumi Spanyol pada tahun 1492 M. Dengan demikian, tamatlah sudah riwayat perjuangan umat Islam di Andalusia. Pada saat yang bersamaan, penguasa Eropa Kristen dengan leluasa menancapkan kakinya di bumi Andalusia setelah selama delapan abad berada di tangan kaum Muslimin.

D. HANCURNYA PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA.
1. Hancurnya Kekuasaan Islam dan Rendahnya Semangat Para Ahli Dalam Menggali Budaya Islam.
Hancurnya kekuasaan Islam di Andalusia pada tahun 1492 M berdampak negatif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Para Ilmuwan dilanda kelesuan, mereka tidak semangat lagi menggali dan mengkaji ilmu pengetahuan. Mereka seakan berputus asa ketika melihat serangan yang bertubi-tubi dilancarkan kepada umat Islam, terutama lagi tindakan penguasa Kristen itu terhadap peradaban Islam. Mereka menyaksikan banyak pusat-pusat peradaban di hancurkan, bahkan para ilmuwan sendiri, tidak sedikit yang tewas di bunuh tentara Kristen di Spanyol. Peristiwa yang tragis dan sangat mengenaskan itu, amat membekas di lubuk hati para ilmuwan, sehingga mereka banyak yang lari menyelamatkan diri ke Afrika Utara.
Peristiwa pahit yang terjadi pada tahun 1492 M itu, membawa dampak psikologis bagi para ilmuwan muslim. Mereka tidak lagi mempunyai gairah untuk bangkit kembali dan memajukan peradaban Islam, melalui ide-ide cemerlang dan usaha kreatif mereka selama ini yang telah memberikan andil besar bagi kemajuan peradaban Islam. Dampak yang lebih jauh dari sikap para ilmuwan muslim yang demikian itu, adalah terjadinya kemandegan peradaban. Peradaban Islam mengalami masa-masa suram dan penurunan kualitas intelektual umat Islam. Akhirnya harapan dan keinginan umat Islam yang mendambakan agar bangkit kembali membangun peradaban Islam, yang pernah jaya di masa lalu tak pernah terwujud.

2. Banyaknya Orang-Orang Eropa Yang Menguasai Ilmu Pengetahuan Dari Islam.
Begitu besarnya perhatian para penguasa muslim dan para ilmuwannya terhadap ilmu pengetahuan maka mereka saling bekerja sama untuk memajukan bangsa dan negara. Banyak penelitian dan pengkajian dilakukan, lembaga-lembaga riset dibangun, Sekolah Tinggi dan Universitas didirikan. Di lembaga ini tidak hanya orang Islam yang diberi kesempatan mempelajari ilmu pengetahuan, tetapi semua orang termasuk orang Kristen. Akibatnya banyak orang-orang Kristen Barat yang tertarik dan belaaajar di Universitas-Universitas Islam itu.
Karena tertarik oleh metode ilmiah Islam, banyak para pendeta Kristen yang menyatakan diri untuk belajar di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Contohnya seorang pendeta Roma, Italia bernama Roger Bacon ( 1214 – 1292 M.), ia datang ke Paris untuk belajar bahasa Arab antara tahun 1240 sampai 1268 M. Setelah mahir menguasai bahasa Arab, ia segera membaca dan menterjemahkan berbagai ilmu pengetahuan yang ditulis ilmuwan muslim dalam bahasa Arab. Ilmu yang menarik hatinya adalah ilmu pasti. Buku-buku yang asli berbahasa Arab dan hasil terjemahannya banyak di bawa ke Inggris. Lalu disimpan di Universitas Oxford. Hasil terjemahan Bacon itu, diterbitkan dan menggunakan namanya sendiri. Ia tidak menyebutkan nama-nama asli pengarang buku-buku itu, yang tak lain adalah ilmuwan-ilmuwan muslim. Di antara karangan yang diterjemahkannya dan tidak menyebutkan nama asli pengarangnya itu, adalah kitab Al Manadzir karya Ali Al-Hasan Ibnu Haitsam ( 965 – 1038 M ). Di dalam buku itu terdapat teori tentang mikroskop dan mesiu, kemudian buku itu disebut sebagai karya Roger Bacon.



                                                       PENUTUP

Kesimpulan

Pasang surut Islam di Spanyol terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. mulai tahun …….. s/d tahun 1492 M. Islam di Spanyol telah berhasil menyedot perhatianNegara Eropa dan Negara lainnya ketika itu dengan kemajuan yang telah mereka capai dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban.
Masuknya Islam ke Spanyol tidak hanya merubah kehidupan masyarakat disana, tapi lebih dari itu. Kemajuan peradaban yang tercipta disana telah membangunkan bangsa Eropa dari tidur nyenyak yang diselimuti kebodohan bangun menjadi bangsa yang modern dengan kemajuan yang begitu pesat dalam bidang sains dan teknologi mengungguli kejayaan Islam sampai saat ini. Tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan Islam telah membidani lahirnya kebangkitan kebudayaan baru di Benua Eropa sampai sampai saat ini.








































DAFTAR PUSTAKA

Aslad, H. Mahrus dan Drs. A. Wahid Sy. Bandung. Armico. 2001.
Hamka, Sejarah Umat Islam, Bukittinggi : Nusantara
Harun, Maidir /Firdaus, Sejarah Peradaban Islam I, Padang : IAIN Press, 2001
Hasan Ibrahim Hasan, ad-Daulat Fathimiyah, Mesir : al-Qahirah, 1959
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam as-Siyasi wa Ats-Tsaqafi wa al-Ijtima’i, - Kairo : Maktabah an-Nadhhah al-Misriyah, 1979
Hitti, Philip K., History of The Arabs, London : The Macmilan Press, 1974
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Jakarta : UI-Press, 1974
Sou’ib, Yoesoef, Kekuasaan Islam di Andalusia, Medan : Madju, 1984
Syalabi, Ahmad, Sejarah Kebudayaan Islam 2, Jakarta : Pustaka al-Husna, 2003
Tim Ensiklopedi, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, J.2, Jakarta : PT. Icktiar Baru Van Hoeve, 2002
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997



[1] Pada awalnya Spanyol berada di bawah kekuasaan bangsa Romawi, sampai kedatangan bangsa Vandal pada abad V yang berhasil menaklukkan daerah tersebut, sejak saat itu Spanyol dikenal juga dengan nama Vandalusia yang berarti negeri bangsa Vandal. Orang Islam kemudian menyebutnya Andalusia. (Hasan Ibrahim Hasan), Tarikh al-Islam as-Siyasi wa Ats-Tsaqafi wa al-Ijtima’i, - Kairo : Maktabah an-Nadhhah al-Misriyah, 1979), h. 314
[2] Oppas dan Achila adalah kakak dan anak dar Witiza yang dulunya adalah penguasa di daerah Toledo, yang kemudian disingkirkan oleh Roderik, karena pusat pemerintahan Visigoth dipindahkan dari Seville ke Toledo. – Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 92
[3] Julian adalah mantan penguasa daerah Septah, yang memiliki dendam pribadi dengan Roderik, karena perlakuan buruknya kepada putri Julian. – Yoesoef Sou’ib, Kekuasaan Islam di Andalusia, Medan : Madju, 1984), h.8
[4] Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam 2, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 2003), h.128
[5] Ibid, h.128
[6] Hasan Ibrahim Hasan, op.cit., h. 319
[7] Ahmad Syalabi, op.cit., h. 130
[8] Ibid., h. 130-131
[9] Hamka, Sejarah Umat Islam, (Bukittinggi : Nusantara, t.th), cet. 3, h. 284
[10] Badri Yatim, op.cit., h. 94
[11] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta : UI-Press, 1974), h. 62
[12] Abdurrahman ad-Dakhil adalah salah seorang keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran golongan Hasyimiyah, ia bersembunyi dan menyamar sebagai pedagang di Mesir, Palestina, kemudian terus ke Afrika Utara, akhirnya pada tahun 755, ia menyeberang ke Spanyol. Di Spanyol ia menjalin kerjasama dengan pimpinan suku Kalb – Al Bajl bin Bisr – untuk merebut kekuasaan dari Yusuf bin Abdurrahman al-Fihri. Pada tahun 756 M kekuasaan dapat direbutnya dan Cordoba dijadikan sebagai pusat pemerintahannya. (Maidir Harun/Firdaus, Sejarah Peradaban Islam I, (Padang : IAIN Press, 2001) h. 109-110)
[13] Hamka., loc.cit.
[14] Badri Yatim, op.cit., h. 95
[15] Ibid
[16] Ibid., h. 96
[17] Hamka, op.cit., h. 288
[18] Badri Yatim, op.cit., h. 97
[19] Hamka, loc.cit.
[20] Badri Yatim, loc.cit.
[21] Ibid, h. 97
[22] Maidir Harun/Firdaus, op.cit., h. 114
[23] Hamka, op.cit., h. 291
[24] Tim Ensiklopedi, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, J.2, (Jakarta : PT. Icktiar Baru Van Hoeve, 2002), h. 201
[25] Dinasti Murabithun berasal dari salah satu kabilah Barbar Lamtuna, yang pada awlnya Murabithun adalah suatu gerakan pemurnian Islam dalam bentuk tarekat yang dikembangkan melalui ribat pesantren), yang akhirnya berkembang menjadi suatu kekuatan politik dengan mendirikan Dinasti Murabithun. (Maidir Harun/Firdaus, op.cit., h. 115-119)
[26] Tim Ensiklopedi, op.cit., h. 20
[27] Yoesoef Sou’ib, op.cit., h. 124
[28] Maidir Harun/Firdaus, op.cit., h. 122
[29] Dinasti Muwahhidun berasal dari kabilah Masmudah, yang pada awalnya adalah suatu gerakan pemurnian agama kemudian berkembang menjadi suatu kekuatan politik dengan mendirikan suatu Dinasti Muwahhidun yang berpusat di Maroko, dengan pendirinya Muhammad bin Tumart – Tim Ensiklopedi, op.cit., h. 206
[30] Philip K. Hitti, History of The Arabs, (London : The Macmilan Press, 1974), h. 531-534
[31] Tim Ensiklopedi, op.cit., h. 212
[32] Harun Nasution, op.cit., h. 82

[33] Badri Yatim, op.cit., h. 101-104

1 komentar:

Sepatu Murah mengatakan...

Thank's banget sob, artikelnya bagus banget dan sangat bermanfaat buat tugas kampus untuk sejarah Islam. minta izin ya buat nambah materi tugas. kebetulan saya kuliah di kampus UIN Syarif Hidayatullah jakarta